TRAVEL.DIKUTIP.COM - Jembatan Ampera merupakan suatu identitas yang otentik untuk Kota Palembang. Palembang adalah Ampera dan Ampera adalah Palembang. Kesehariaan warga Palembang pasti tidak lepas dari jembatan ini karena Jembatan Amperalah penghubung utama di pusat Kota Palembang antara daerah hulu ke hilir pun sebaliknya dari hilir ke hulu. Tidak bisa dibayangkan apabila Ampera tidak ada, pastinya kehidupan warga Palembang akan sangat terganggu, arus ekonomi Palembang akan terhambat karena perputaran uang melalui Jembatan Ampera terjadi setiap hari antara hulu ke hilir dan sebaliknya, para pegawai akan terhambat waktu kerjanya karena hanya Ampera yang dapat menghubungkan rumah ke tempat kerjanya, demikian pula pelajar dan mahasiswa yang sekolah dari hilir ke hulu atau sebaliknya hulu ke hilir akan sangat terganggu dan menghambat waktu tempuh untuk menuntut ilmu bila Ampera tidak ada.
Hanya satu yang dapat kita ucapkan kepada para pendahulu kita yang telah memperjuangkan berdirinya Jembatan Ampera di tengah Kota Palembang, yaitu terima kasih karena merekalah sekarang kita dengan mudahnya bisa pergi lalu-lalang dari hulu ke hilir dan sebaliknya.
Dahulu sebelum ada Jembatan Ampera warga Palembang yang ingin berpergian dari hulu ke hilir dan sebaliknya dilalukan dengan menumpang perahu ataupun kapal yang biasa membawa penumpang dari hulu ke hilir dan sebaliknya. Namun, kapasitas angkut perahu dan kapal pembawa warga dari hulu ke hilir dan sebaliknya tidak besar dan membutuhkan waktu tempuh yang cukup lama. Atas dasar kepentingan rakyat dan betapa penting juga mendesaknya kebutuhan jembatan bagi warga di Kota Palembang maka para tokoh Palembang saat itu memohon dan mengusahakan kepada Presiden Republik Indonesia pertama Ir. Soekarno untuk segera dibangun sebuah jembatan di atas Sungai Musi guna mempermudah laju mobilitas warga Palembang yang ingin bepergian dari hulu ke hilir dan sebaliknya.
Dengan segalah upayah, kerja keras dan lobi para tokoh Palembang dahulu, dimana saat itu Palembang dipimpin oleh seorang Residen bernama Abdul Rozak bersama dengan para tokoh lainnya seperti Panglima Palembang Brigjen Harun Sohar, dkk. akhirnya membuahkan hasil dimana pada tahun 1963 Presiden Republik Indonesia pertama Ir. Soekarno menyetujui untuk dibangun sebuah jembatan di tengah-tengah Kota Palembang di atas Sungai Musi. Jembatan yang kelak lebih terkenal dengan nama "Jembatan Ampera" dibangun dengan dana pampasan perang dari Jepang, adapun waktu yang dibutuhkan untuk membangun jembatan itu adalah ± 3 tahun. Tahun 1965 jembatan tersebut selesai dibangun, jembatan yang membentang di atas Sungai Musi tersebut berdiri dengan kokohnya dengan segala fasilitas modern dan terbaik di masanya dimana saat itu jembatan tersebut memiliki teknologi yang dapat menaik dan menurunkan badan jembatan guna memudahkan kapal-kapal besar yang dahulu sering melewati Sungai Musi Palembang juga jembatan tersebut diprediksi secara teori mampu berdiri kokoh hingga 100 tahun kedepan. Jembatan tersebut terbetang diatas Sungai Musi dengan panjang kurang lebih 1000 meter dan tahukah kalian saat itu jembatan yang kelak bernama "Jembatan Ampera" ini sempat menyandang predikat sebagai jembatan terpanjang di Asia Tenggara.
Tadinya jembatan yang selesai dibangun pada tahun 1965 itu akan diberi nama “Jembatan Soekarno” sebagai penghormatan kepada Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno yang telah membantuh warga Palembang untuk memiliki sebuah jembatan di tengah-tengah Kota Palembang di atas Sungai Musi yang telah lama diimpikan. Akan tetapi karena meletusnya peristiwa G-30-S PKI dimana saat itu Presiden Ir. Soekarno menjadi kambing hitam dari peristiwa berdarah tersebut karena dahulu beliaulah yang memberikan lampu hijau berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI) dimana partai tersebut dianggap sebagai dalang meletusnya perisitiwa berdarah G-30-S dan akhirnya berdampak pada dicopotnya jabatan Bung Karno sebagai Presiden RI kemudian digantikan oleh Jenderal Soeharto, akibatnya penamaan Jembatan Soekarno atau Jembatan Bung Karno urung terealisasi.
Masa peralihan dari Orde Lama yang dipimpin Ir. Soekarno ke Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto berdampak pula kepada "Jembatan Ampera atau Jembatan Soekarno," dimana saat itu semua hal yang berbau Soekarno seolah dihapuskan karena Bung Karno dianggap sebagai salah satu orang yang bertanggungjawab atas meletusnya peristiwa berdarah G-30-S yang berdampak pada terbunuhnya 7 Jenderal yang dalam buku sejarah terkenal dengan istilah 7 Pahlawan Revolusi. Dampak penghapusan semua hal yang berbau Soekarno atau suatu sifat anti Soekarno membuat nama “Jembatan Ampera” yang baru saja berdiri batal untuk diberikan nama "Jembatan Soekarno" lalu dicarikan nama lain yaitu Jembatan Ampera, dimana kata "AMPERA" merupakan singkatan dari Amanat Penderitaan Rakyat yang filosofi nama tersebut diambil dari peristiwa G-30-S PKI.
Akhirnya sekarang jembatan yang dahulu dibangun oleh prakarsa Presiden Republik Indonesia pertama Ir. Soekrano lebih terkenal dengan nama Jembatan Ampera dan menjadi sebuah ikon utama dari kota pempek Palembang. Di masa reformasi selepas lengsernya masa Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto sempat ada usulan untuk menganti nama "Jembatan Ampera" menjadi "Jembatan Soekarno" sesuai rencana nama awalnya, hal ini seperti yang terjadi dengan nama Stadion Senayan yang dahulu saat era Orde Lama bernama Stadion Gelora Bung Karno lalu saat era Orde Baru diganti Gelora Senayan dan saat Orde Baru lengser kembali menjadi Gelora Bung Karno (GBK), namun usulan tersebut ditolak oleh sebagian besar warga Palembang karena mereka sudah terbiasa dan lebih familiar dengan nama Jembatan Ampera yang telah melekat hampir setengah abad lamanya.
Itulah seklimit kisah dari sejarah perjuangan warga Palembang dalam upayah mereka merajut mimpi untuk memiliki sebuah jembatan di tengah-tengah Kota Palembang di atas sebuah sungai yaitu Sungai Musi. Sekarang saat jumlah warga Palembang sudah semakin membludak membuat kebutuhan jembatan di kota seribu sungai ini semakin penting, tidak cukup hanya Jembatan Ampera saja yang menopang laju mobilitas warga Palembang yang semakin hari semakin padat, lihatlah sekarang apabila pagi dan sore hari saat semua warga Palembang keluar untuk berangkat dan pulang dari aktivitas sehari-hari Jembatan Ampera sangat padat terisi warga yang berbodong-bodong lalu-lalang diatas "Si Tua' itu. Sungguh tak wajar apabila pemerintah terutama pemerintah pusat dalam hal ini DPR RI tidak menyetujui berdirinya Jembatan Musi 3 di Kota Palembang karena kebutuhan jembatan di kota sungai seperti Palembang sangat penting dan mendesak. Menurut standar dunia apabila sebuah kota terdapat sebuah sungai apalagi sungai yang besar seperti Sungai Musi seminimal-minimalnya harus memiliki 10 buah jembatan tapi lihatlah Palembang dipinggiran kotanya hanya ada sebuah Jembatan Musi 2 dan di tengah kotanya hanya ada satu jembatan saja yaitu Jembatan Tua Ampera yang setiap hari ngos-ngosan menopang laju mobilitas 1,5 juta penduduk Palembang.
Ibahkah hati pemerintah melihat nasib Jembatan Ampera yang tua ini? Harus menerima beban hidup yang semakin hari semakin sulit bahkan beberapa waktu jembatan ini dinyatakan akan roboh karena seringnya "Si Tua Ampera" dihantam oleh kapal-kapal tongkang yang mengangkut berton-ton batu bara, dimana batu bara itu akan diuangkan bermiliar-miliar rupiah jadinya.
Sekarang saat usia Ampera semakin menua dan masa berdirinya semakin berkurang terhitung dari prediksi awal yang memperkirakan jembatan ini mampu hidup hingga 100 tahun dari awal pembangunannya juga jumlah warga yang harus ditopang semakin hari semakin bertambah sudah seharusnya pemerintah terutama pemerintah pusat memberikan lampu hijau untuk melakukan pembangunan Jembatan Musi 3 di Kota Palembang karena hal ini bukan lagi sebuah kebutuhan belaka tapi sudah menjadi kewajiban yang mendesak, jangan sampai karena pemerintah yang bekeras hati kelak menonton diberita tentang Jembatan Ampera Ikon Kota Palembang roboh dan memakan korban ribuan jiwa warga Palembang lalu setelah itu mereka menutup mata dan kemudian hadir di televisi hanya untuk menyampaikan salam duka cita yang telambat dan sia-sia. Nau zubilah himin zhalit, jangan sampai terjadi hal yang demikian.
Kerlap-Kerlip Ampera
Lain dulu lain sekarang, semenjak dicanangkannya program Visit Musi 2008 lalu maka semenjak itulah semua asset wisata yang ada di Sumsel pada umumnya dan di Palembang pada khususnya digarap dan direnovasi kembali.
Tidak terkecuali Jembatan Ampera, kalau dulu jembatan kebanggaan Wong Palembang cuma sekedar menjadi alat penghubung dari Palembang hulu dan Palembang hilir sekarang semuanya berubah, Jembatan Ampera kini menjadi objek wisata murah meriah dan wajib dikunjungi terutama bagi wisatawan luar Kota Palembang, bahkan untuk warga lokal pun Jembatan Ampera tidak bosan-bosannya untuk dikunjungi dan sekedar menikmati suasana pinggiran Sungai Musi dengan background Jembatan Ampera.
Lampu-lampu yang menghiasi Jembatan Ampera merupakan salah satu daya tarik sendiri bagi para wisatawan yang berkunjungun ke Plaza Benteng Kuto Besak dimana tempat ini merupakan spot terbaik bagi wisatawan untuk menikmati keindahan Jembatan Ampera terutama di malam hari. Uniknya lampu hias yang mengelilingi Jembatan Ampera dapat berubah-ubah setiap beberapa detik sekali, hal ini menjadi daya tarik tersendiri terutama bagi para fotografer yang ingin mengabadikan Jembatan Ampera dengan warna-warna yang berbeda.
Ditunjang dengan sarana yang memadai yaitu terdapatnya taman yang menghiasi keempat sudut Jembatan Ampera yaitu 2 sudut Taman di Hilir dan 2 sudut Taman yang kelak ada di Hulu menjadikan jembatan ini semakin menarik untuk dikunjungi, hal ini senada dengan usulan Presiden pertama RI saat itu dimana beliau mensyaratkan untuk membangun taman kembar di bawah Jembatan Ampera di dua daerah berbeda yaitu hilir dan hulu sebagai lambang keadilan dan kesetaraan antara seberang hilir dan seberang hulu walaupun sampai saat ini nyatanya ketimpangan terjadi dimana bagian hilir lebih berkembang dari bagian hulu.
Semua fasilitas yang ada sekarang diharapkan untuk selalu dirawat dan terawat, terutama sekali adalah lampu hias yang mengelilingi Jembatan Ampera karena kalau boleh jujur yang paling menarik dari Jembatan Ampera sekarang adalah lampu warna-warni yang bisa berubah tiap beberapa detiknya yang melekat di sekeliling Ampera. Sekilas dengan lampu yang menghiasi Jembatan Ampera kita seolah dibuat untuk mengingat dan menyamakannya dengan Jembatan San Francisco (Golden Gate) di USA. Dan, tidak lupa kebersihan merupakan nilai pokok suatu kawasan wisata karena apabila kawasan wisata itu kotor dan jorok maka tentunya para bakal wisatawan akan enggan untuk berkunjung.
Oleh karena itu, jagalah kebersihan lingkungan di sekitar anda, jangan pernah sekali-kali membuang sampah sembarangan. Kalau anda ingin beriman maka jagalah kebersihan karena kebersihan adalah sebagian dari iman.